THE LOST TRAVELLER

Minggu, 13 Desember 2015

Setapak sriwedari, gemulainya sang penari.


Gerimis sempat mengguyur kota Solo sore itu. Namun, itu tak menghentikan langkahku untuk mengunjungi suatu tempat di tengah kota Solo ini. Ku jejakkan kakiku ke arah THR Sriwedari yang memang letaknya sangat mudah dijangkau bagi semua orang yang mengunjungi kota Solo. 

Suasana sore itu begitu sunyi, hanya tampak beberapa orang yang berada di pendapa. Tatapan mataku langsung tertuju pada sekelompok orang yang sedang berlatih menari. Perpaduan antara musik etnik, gitar elektrik, dan saxophone itu mengundang keingintahuanku untuk mendekati mereka. Kubidikkan kameraku ke arah para penari yang tengah menggerakkan tubuhnya dengan gemulai. Membuat pasang mata yang melihatnya tak bosan menatap. Begitupula dengan tabuhan musik tradisional yang bergabung dengan petikan gitar serta saxophone, harmoni setelah hujan ini membuatku merasa sore ini sempurna.Lebih sempurnanya lagi, aku tak perlu mengeluarkan sepeserpun uang untuk melihat keindahan ini.


"Ini kolaborasi antara dua sanggar, mas. Musiknya dari Kemlaka Ethnic, penarinya dari Pesona Nusantara" kata si bapak yang sepertinya menjadi leader pada kelompok tersebut kepada temanku. Rupanya, di THR Sriwedari ini bukan saja menjadi tempat latihan namun tempat bernaungnya beberapa sanggar. Diantara sanggar-sanggar tersebut, sering diadakan kolaborasi untuk menyajikan sebuah pertunjukkan. Salah satunya adalah Kemlaka Ethnic yang sedang mempersiapkan sebuah pertunjukkan di Jakarta. Mereka menggandeng Pesona Nusantara karena kebetulan sanggar mereka berdekatan. Pesona Nusantara sendiri terdiri dari mahasiswa dan murid SMKI. Sanggar--sanggar tersebut berpartisipasi secara aktif  dalam event-event kesenian yang diadakan oleh kota Surakarta, Solo Batik Carnival misalnya. 

Kolaborasi antara dua sanggar ini sebenarnya harus di apresiasi oleh pemerintah dan masyarakat sekitar. Dewasa ini, rasa antusias para kaum remaja terhadap budaya sendiri dan keinginan mereka untuk melestarikannya adalah barang langka. hal yang sering terjadi adalah kaum remaja tersebut berteriak-teriak di pinggir jalan ketika budaya mereka diakui oleh negara lain, merasa haknya direbut, namun mereka sendiri tidak melaksanakan kewajibannya untuk nguri-uri budaya yang mereka miliki. 

Aku masih teringat ketika aku kecil, aku ikut belajar menari di sekolah dan di pendopo Kabupaten. Berbagai macam tari aku pelajari, seperti tari Gambyong, tari Srimpi, tari Kelinci, hingga tari Piring. Alangkah baiknya jika orang tua sesekali meluangkan waktunya untuk mengajak anaknya melihat berbagai macam kesenian tradisional, mengingat banyak sekali event kesenian tradisional yang telah diselenggarakan di beberapa kota. Mungkin, akan menjadi lebih mudah bagi kita untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya sendiri jika sejak sedari dini, anak-anak mulai diperkenalkan dengan budaya mereka dan membiarkan mereka menjadi bagian dari pelestari budaya itu sendiri. Karena nasib kesenian tradisional kita, ada di tangan kita dan juga bagaimana cara kita untuk mewariskannya kepada generasi setelah kita nantinya. 


Hari sudah mulai gelap, kututup pencarianku dengan segelas es teh sebagai pelepas dahaga. Aroma tanah selepas hujan dan foto yang kudapat sore ini, cukup membuatku dan mennghilangkan sejenak penat dari rutinitas yang sangat padat ini. Beruntunglah juga aku, mempunyai seorang teman yang mau meluangkan waktu untuk sekedar berkeliling, mencari foto, dan berbagi pengalaman denganku. Tuhan sebenarnya sudah menyediakan banyak sekali pembelajaran di sekitar kita, tinggal kita mau atau tidak untuk memaknainya.
Share This

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates