THE LOST TRAVELLER

Jumat, 04 November 2016

Melintasi Waktu di Pasar Triwindu

"tok..tok..tok, ardian dimana?"
"ardian di belakang"

Canda saya saat memainkan uang kertas lima ratusan yang bergambar primata di salah satu sisinya. Ini adalah candaan yang biasa dilontarkan ketika saya masih kecil. Karena teman saya juga mengalami candaan yang sama di masa kecilnya, diapun hanya tersenyum saja. Namun, mungkin akan berbeda jadinya jika candaan saya ini saya lontarkan ketika saya mengajak keponakan saya. Pasalnya, uang 500an keluaran Bank Indonesia pada tahun 1992 itu tidak lagi muncul di pasaran sejak resmi ditarik peredarannya pada tahun 2011, sehingga kemungkinan anak jaman sekarang sudah tidak tahu menahu mengenai candaan atau uang tersebut. 


Ah, rasanya saya seperti sedang memutar waktu. Mungkin kali ini jarum jam sedang bergerak ke kiri dan mengembalikan semua ingatan saya ketika saya masih kecil. Tempat yang berhasil mengembalikan ingatan saya ini adalah Pasar Triwindu . Pasar ini memang sudah dikenal dengan baik oleh masyarakat Solo, bahkan juga pendatang baik dari dalam negeri maupun luar negeri karena keunikannya menjual barang-barang antik.





   ( dok.pribadi - @anindhytaputtri)

Pasar ini dinamakan Triwindu karena dibangun pada tahun 1939 oleh KGPAA Mangkunegoro VII bersamaan dengan genap 24 tahun beliau menjabat sebagai Pengageng Pura Mangkunegaran. Triwindu merupakan gabungan dari kata "tri" yang artinya tiga dan "windu" yang artinya "delapan". Jika digabungkan maka akan memberi arti tiga kali windu atau 24 tahun. 


(dok.pribadi - @anindhytaputtri)

Namun, pasar ini sempat berganti nama pula menjadi Pasar Windu Jenar, karena dinilai nama tersebut lebih memberikan kesan modern. Akan tetapi, atas permintaan masyarakat Solo, nama pasar ini dikembalikan lagi menjadi Pasar Triwindu.


(foto diambil oleh Ardian Nugroho )

Keriuhan pasar ini dimulai sekitar pukul 09.00 dan akan ditutup setelah pukul 17.30. Para pedagang mulai membuka lapaknya untuk menjajakan berbagai macam barang antik. Saya merasa sedang melintasi ruang dan waktu ketika menyusuri lorong demi lorong yang ada di pasar barang antik ini. Di sebelah kanan dan kiri saya terdapat berbagai macam barang-barang kuno, seperti gantungan lampu, setrika lama, uang dan koin kuno, mesin ketik, telepon, kamera, bahkan gramofon.


 (dok.pribadi - @anindhytaputtri)

Berdasarkan informasi yang pernah saya baca, pada awal berdiri hingga tahun 1966, barang dagangan di pasar ini belum sepenuhnya hanya menjajakan barang antik. Masih banyak onderdil motor/ mobil, alat pertukangan, serta warung makan yang bercampur di dalam pasar. Namun sesudah banjir pada tahun 1966 dan berdirinya pasar klitikan Sumodilagan, barang klitikan atau rongsokan tersebut sudah hampir tidak ada. Mulai sejak tahun 1970-an inilah, Pasar Triwindu berubah menjadi pasar barang antik ( barang yang berumur lebih dari 50 tahun) dengan kondisi yang masih bagus.


(dok.pribadi - @anindhytaputtri)

Jika anda beruntung, anda bahkan dapat menemukan barang-barang yang konon asal muasalnya berasal dari keraton. Berdasarkan spekualasi yang berkembang, barang-barag tersebut kemungkinan adalah hadiah untuk para abdi dalem yang kemudian dijual kembali atau barang tersebut didapat dari orang yang membeli langsung dari kerabat keraton.


(dok.pribadi - @anindhytaputtri)

Untuk mendapatkan barang yang benar-benar asli, dibutuhkan ketelitian anda dalam mengenalinya. Tidak sepenuhnya barang-barang disini benar-benar barang antik, ada beberapa barang baru yang sengaja dibuat seperti nampak antik. Kualitas dari sebuah barang antik, tidak bisa dilihat secara sekilas saja, terutama jika berbahan dari kayu. Menurut informasi, di Solo banyak sekali ahli "reproduksi" yang menggunakan bahan kimia atau melakukan perendaman meja, kursi, atau mebel di sungai kemudian menjemurnya dalam waktu yang lama untuk menimbulkan kuno, antik, dan klasik pada barang yang sebenarnya masih baru tersebut. Selain itu, jangan segan untuk menawar harga yang diberikan oleh para pedagang disini. Tawar-menawar sudah menjadi hal yang biasa di Pasar Triwindu ini, bahkan anda bisa menawarnya hingga setengah harga. Uniknya, pasar ini juga melayani transaksi jual beli dengan barter jika memang barang yang aan ditukarkan dirasa cocok. Wah, seru bukan?



(dok.pribadi - @anindhytaputtri)

Jika anda melongok sebentar keluar, anda juga dapat menemukan toko onderdil kendaraan dengan harga yang murah di sebelah utara lantai satu Pasar Triwindu. 


(dok.pribadi _- @anindhytaputtri)

Tidak ada salahnya memasukkan Pasar Triwindu di dalam tempat yang akan anda kunjungi ketika berada di Solo. Selain pesona barang antiknya, tempat ini juga merupakan spot yang bagus untuk mengambil gambar.   Yuk, jelajah ke pasar!

Senin, 11 Juli 2016

Nu Art Sculpture Park, Membaca Pesan Kehidupan Lewat Patung dan Lukisan.

Bandung memang punya magnet sendiri untuk kembali dan kembali lagi. Kita akan dimanjakan dengan berbagai macam wisatanya baik wisata sejarah, wisata alam, dan wisata budaya. Kali ini saya menyempatkan diri untuk pergi ke Nu Art Sculpture Park yang terletak di Jalan Setraduta Raya No L6 Bandung.


(Gerbang Depan Nu Art Sculpture Park)

Nu Art Sculpture Park pertama kali di buka untuk publik sekitar tahun 2000an. Galeri ini dibangun diatas tanah seluas 3 ha oleh seorang seniman lulusan Seni Rupa ITB bernama Nyoman Nuarta. Pria kelahiran Tabanan Bali ini membangun galeri seni ini menjadi dua lantai. Lantai pertama berisi karya beliau dari awal karirnya hingga masterpiece terakhirnya sedangkan lantai kedua masih berisikan karya beliau dan juga karya seniman lain yang ingin ikut memamerkan karyanya. 


( Tampak Depan Bangunan Nu Art Sculpture Park)

Begitu sampai, kami disambut oleh resepsionis dan dipersilahkan untuk mengambil leaflet. Saya memutuskan untuk mengelilingi bangunan lantai 1 dan 2 terlebih dahulu baru kemudian menuju ke luar.


( Patung Right and Alert)

Bentuk patung ini adalah separuh manusia dan separuhnya lagi adalah malaikat yang digambarkan dengan sayapnya. Menurut informasi, patung ini sesungguhnya menggambarkan tentang manusia itu sendiri yang memiliki sisi yang baik dan sisi yang buruk. Sisi yang baik tentunya digambarkan oleh malaikat. Namun jika melihat arah pandangan dari patung tersebut, patung ini justru menoleh ke arah sebaliknya. 

Kira-kira apa maksudnya?

Patung ini menggambarkan bahwa terkadang manusia lebih sering "memandang" sisi buruk manusia lain daripada sisi baiknya sendiri. Padahal kita tahu, bahwa pikiran yang negatif tidak akan mampu memberikan kehidupan yang positif.


( Patung Nightmare)

Patung Nightmare ini digambarkan sebagai sosok wanita yang tengah mengalami nightmare, entah itu mimpi buruk dalam arti sebenarnya maupun tidak. 


( Lukisan Andreas Camelia )

Lukisan ini karya Andreas Camelia saya temukan di Lantai 2 Nu Art Sculpture Park. Seorang perupa asal Bandung yang memulai karirnya secara otodidak ini memberi judul "Setiap Hari Aku Selalu Mencari Wajahmu" untuk lukisannya kali ini. Digambarkan sesosok anak kecil yang tengah menatap wajah seseorang yang begitu lekat membayanginya. 


( Patung Kepala Kuda dan Wajah Wanita) 

Setelah selesai dengan bangunan yang ada di dalam, sayapun menuju ke luar. Disana saya menemukan sebuah patung kuda, namun tunggu dulu! Ada yang aneh, di kepala kuda tersebut tergambar wajah wanita. Apa maksudnya?

Ternyata, patung kepala kuda dengan wajah wanita di punggungnya menjelaskan bahwa keberadaan wanita di dunia itu sangat membutuhkan perlindungan dari seorang pria. Pria digambarkan sebagai sosok kuda yang cenderung melambangkan kegagahan, kekuatan, dan harus selalu mampu menjadi penopang dan penunjuk jalan ataupun imam.

Pada dasarnya, lelaki memang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin, dan wanita itu adalah pendampingnya. Mungkin peumpamaannya akan seperti ini : kaki kiri adalah kaki anda sedang kaki kanan adalah milik pendamping anda. Kalian harus berjalan beriringan. Lalu, jika kedua kaki mampu memahami bahwa tujuan anda adalah pergi ke melihat sunrise di Tebing Keraton, maka ketika si kaki kiri memakai sandal jepit dan si kaki kanan memakai sepatupun, kalian masih dapat berjalan sampai ke tujuan. Kenapa? Karena tujuannya sama. Keduanya melihat hal yang sama, we see the same thing, we share the same dream. Tetapi lain halnya jika kedua kaki itu memakai sandal yang sama, tetapi kaki kiri ingin melangkah ke Tebing Keraton sedangkan kaki kanan melangkah ke Bukit Moko. Apa yang terjadi? Apakah mereka akan sampai pada tujuan masing-masing? Tidak. Sekalipun mereka memakai barang yang sama.

Imam bukan hanya sekedar bisa beribadah atau sudah cukup secara finansial, lebih dari itu, dia siap menanggung segala resiko atas jalan yang dia pilih. Karena dia tahu, disampingnya telah ada yang menggantungkan hidup padanya. Telah ada seseorang yang siap digenggam tangannya untuk berjuang bersama-sama. Lalu, bagaimana kalau menemui kesulitan dan merasa tidak bahagia? Mungkin saya akan kembali bertanya, bagaimana kalau di dunia ini hanya ada siang terus atau malam terus? Bagaimana kalau di dunia ini hanya ada hujan terus atau kemarau terus?

Forever is temporary

Begitupula dengan kesulitan yang dialami. Tidak pernah ada yang kesulitan yang berkepanjangan. Dan jika ada seseorang yang menemani anda, sekalipun anda merasa sulit, anda tetap mampu bersyukur dan bahagia karena setidaknya anda tidak sendiri ketika menjalaninya.

Ah! Nu Art Sclupture Park ini memang luar biasa. Selain dapat menikmati seninya, kita juga disuguhi filosofi dari setiap karyanya kemudian mengaitkan sendiri dengan kehidupan kita. 


Jadi, kalau mau liburan yang nggak biasa di Bandung, silahkan mengunjungi Nu Art Sculpture Park ini. Silahkan merenung sendiri bersama filosofi-filosofi yang sudah ditawarkan oleh karya seni yang dipajang disini. Satu kata buat museum ini, luar biasa! Masih banyak patung dan lukisan yang belum saya bahas disini, jadi datang dan saksikan sendiri ya! Free entrance dan bocorannya untuk penggemar kopi, disini ada coffeeshop nya juga lho! 





Minggu, 10 Juli 2016

Soko Gunung, Melihat Indahnya Wonogiri dari Menara Pandang

Agaknya, perhatian masyarakat Wonogiri terhadap potensi wisata yang dimiliki mulai meningkat. Kali ini, ada sebuah obyek wisata baru yang dikembangkan sendiri oleh warga Dusun Soko Gunung, Desa Sendang, Kabupaten Wonogiri. Obyek wisata ini membuat anda mampu melihat kota Wonogiri secara keseluruhan dari Menara Pandangnya. 


( Saya di Menara Pandang Dusun Soko Gunung)

Kalau anda pernah berkunjung ke Kabupaten Magelang, tepatnya di Punthuk Sukmojoyo, bentuk Menara Pandang ini bisa dibilang hampir-hampir mirip. Untuk bisa mendapatkan foto disini, anda harus melalui perjalanan yang cukup membuat anda sedikit berkeringat. Sebelum berangkat, pastikan motor yang anda kendarai dalam kondisi bagus, apalagi remnya. Karena anda akan melewati jalan yang menanjak ketika berangkat dan jalan pulang yang menurun tajam. Jangan lupa bawa air minum dengan menggunakan tumblr anda, kalaupun anda membawa minuman atau makanan kemasan, jangan lupa bawa kembali sampahnya!

Saya berangkat bersama adik saya dan 3 orang temannya. Untuk sampai ke gapura depan gantole Desa Sendang ini, anda membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari pusat kota. Coba lihat video di bawah ini :




Anda akan melewati puncak bukit Prampelan yang terletak 200 mdpl atau yang biasa orang sebut dengan Gantole 1. Ambil jalan lurus, setelah ada pertigaan pertama, pilihlah ke kiri ke arah puncak bukit Joglo atau lebih terkenal dengan Gantole 2 atau  Landasan Paralayang. Saya pernah mereview sebelumnya di tulisan saya Sunrise dari Gantole Wonogiri. Puncak ini terletak pada ketinggian 50 mdpl. Ketika ada pertigaan menuju ke Gantole 2, ambillah jalan ke kanan melewati jalan setapak yang sudah di cor. Sepanjang jalan tersebut telah dipasang papan petunjuk arah lokasi Menara Pandang Dusun Soko Gunung.



Tibalah kami di penitipan motor, yang merupakan rumah penduduk terakhir sebelum kita dapat melanjutkan perjalanan kembali menuju Menara Pandang. Perjalanan selanjutnya harus ditempuh dengan menggunakan jalan kaki. Menurut informasi yang kami peroleh dari bapak penjaga parkiran tersebut, jarak kami ke Menara Pandang masih sekitar 300 meter. Jadilah kami berlima menapaki jalan setapak berbatu itu. Ah, jalanan ini mengingatkan saya pada perjalanan ke gunung Andong tempo dulu. 


( jalan setapak menuju ke Menara Pandang)

15 menit sudah kami menapaki jalan tersebut, dan kami disuguhi pemandangan sekitar yang begitu mengagumkan di kaki Menara Pandang. Dari sini, kami dapat melihat wilayah Wonogiri secara keseluruhan yang dihiasi dengan pemandangan Waduk Gajah Mungkur dan Pegunungan Seribu.



Rasanya sayang sekali kalau tidak mengabadikan personil jalan-jalan kali ini, kamera di tangan kiri dan handphone ditangan kanan. Beraksi !



 ( ki-ka : adik saya @agasputraa ,  @rifaiagung@ianrifqi, saya @anindhytaputtri@wahyu_sucik )

Sebelum menuju ke puncak, ada baiknya anda menelusuri sekitar kaki Menara Pandang tersebut. Anda dapat memanjat bebatuan yang berada di sebelah kanan anda untuk bermain dengan ayunan seperti saya ini. 


atau ingin mencoba untuk bermeditasi di atas bebatuan? Bisaaaa !


Namun, perlahan kabutpun turut dan menutupi penglihatan kami. Kamipun menunggu hampir setengah jam untuk membiarkan kabut tersebut menghilang terlebih dahulu agar bisa menuju ke Menara Pandang. Saya menaiki satu persatu tangga yang terbuat dari kayu ini, dan .............


( Menara Pandang)

Sampailah kita pada Menara Pandang yang beberapa hari ini tengah menjadi perbincangan hangat di berbagai akun instagram wisata di Wonogiri. Menara Pandang Puncak Dusun Soko Gunung yang terletak 768 mdpl ini memang memiliki potensi yang tinggi menjadi obyek wisata baru mengingat lokasinya yang jauh lebih tinggi dari dua puncak gantole yang lain. Anda mampu melihat keseluruhan Wonogiri secara lengkap karena Menara Pandang yang terletak di Puncak Soko Gunung ini juga merupakan salah satu puncak bukit tertinggi di Perbukitan Wonogiri. Selain itu, Menara Pandang ini juga memberikan sedikit sensasi adventure  dengan melakukan tracking sepanjang 300 yang cocok untuk pemula.

Menurut informasi dari penduduk setempat yang kami peroleh, bambu dan kayu untuk membuat Menara Pandang ini dibawa langsung dari bawah. Luar biasa! Alangkah bijaknya jika nantinya anda menjadi pengunjung di obyek wisata ini, anda tidak merusak segala properti yang sudah susah payah dibangun oleh penduduk ini. Selain itu, bawalah sampahmu kembali ke bawah agar tidak mengotori lingkungan. Biarkan orang lain juga dapat menikmati keseluruhan kota Wonogiri dari puncak dalam keadaan bersih dan nyaman. Selamat berwisata dengan bijak di Wonogiri !







Jumat, 17 Juni 2016

Microlibrary, Surganya Bacaan Taman Bima.

Tentunya kita sering mendengar istilah "Buku adalah Jendela Dunia", bukan? Bagaimana jika di sebuah kota Indonesia terdapat sebuah bangunan yang dapat merepresentasikan pernyataan tersebut?


(Microlibrary dari depan - dok.pribadi)

Bangunan Microlibrary yang terletak di Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung ini memiliki 2 buah lantai. Lantai pertama digunakan sebagai tempat kegiatan untuk warga sedangkan lantai kedua dimanfaatkan sebagai perpustakaan. Uniknya, perpustakaan di lantai dua tersebut dibangun dengan memanfaatkan 2000 buah ember es krim besar. Jika diperhatikan, bangunan ini akan membentuk pola kode biner yang apabila discan akan menghasilkan kalimat "Buku adalah Jendela Dunia". Desain yang unik ini merupakan hasil kerjasama dari Pemerintah Kota Bandung, Dompet Dhuafa Jawa Barat, dan SHAU Architecure & Urbanism. 


(Lantai dua Microlibrary - dok.pribadi)

Perpustakaan ini terbilang cukup lengkap, beberapa buku seperti buku cerita anak-anak, buku keagamaan, buku kesehatan, buku ilmu pengetahuan alam, novel, dan komik tersedia di tempat ini. Buku-buku itupun diatur secara rapi dalam rak-rak. Beberapa buku d-display di dekat tempat petugas perpustakaan.


                                                                 (Lantai dua Microlibrary - dok.pribadi)

Beruntunglah, saya berkesempatan untuk mengobrol dengan pengelola Microlibrary ini. Dua anak muda yang saya temui ini, ternyata adalah warga RW 7 tempat Microlibrary berada. Kak Shoya, begitu dia biasa dipanggil, menjelaskan bahwa awalnya perpustakaan ini dibangun atas dasar kepedulian para muda-mudi yang tergabung dalam Karang Taruna. Pada awalnya, mereka membuat gerobak baca keliling. Setiap hari Senin hingga Jum'at, mereka berkeliling dengan membawa buku bacaan yang mereka miliki ke sekeliling kompleks. Sedangkan untuk hari Minggu, mereka membuat sebuah lapak di lokasi Microlibrary sekarang. Karena antusias anak-anak dan masyarakat yang begitu tinggi, pemudapun mencoba untuk mengusulkan perizinan pembuatan perpustakaan. Di saat yang bersamaan, di Bandung sedang diadakan lomba Kampung Juara. Akhirnya, para pemuda ini memasukkan perpustakaan sebagai salah satu program mereka untuk mengikuti Kampung Juara. Beruntunglah, niat mulia mereka mendapatkan perhatian dari pemerintah kota Bandung sehingga ide mereka dapat dieksekusi menjadi sebuah perpustakaan mini ini. Buku-buku yang tersedia di perpustakaan ini merupakan buku-buku dari gerobak keliling mereka, sumbangan dari Dompet Dhuafa, dan donatur-donatur lainnya.


( Luthfi dan Shoya, pengelola Microlibrary)

Luthfi menambahkan, baru-baru ini mereka mengadakan lomba edukasi untuk anak sekitar seperti cerdas cermat, rangking satu, dan lomba mewarnai. Shoya menambahkan bahwa lomba yang diadakan tersebut bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi sehingga terjalin kerjasama yang baik antara warga dengan Microlibrary. Ketika saya sedang berkunjung kesanapun, saya bertemu dengan orangtua yang tengah mengantarkan anaknya untuk membaca buku di Microlibrary ini. Hal ini turut menegaskan bahwa Microlibrary memang memberikan dampak yang positif untuk masyarakat sekitar. Disini, selain membaca, juga disediakan permainan tradisional yang dapat dimainkan oleh anak-anak. Hal itu yang turut menimbulkan rasa aman bagi orangtua ketika menitipkan anak-anaknya di Microlibrary ini. 


Tertarik untuk mengunjungi? Silahkan datang ke Microlibrary di Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Jika anda memiliki buku yang mungkin sudah tidak anda gunakan, Microlibrary akan siap menerima bantuan buku dari anda. 

Senin, 14 Maret 2016

Uji Nyali? Ikuti Wisata Petualangan Tubing Kali Tuntang!






Tubing? Awalnya kata ini sangat asing bagi saya ketika saya mendapat tawaran dari teman saya untuk tubing di Salatiga. Sayapun mulai mengetikkan kata tubing dalam browser saya untuk melihat sebenarnya apakah tubing itu. Setelah membuka beberapa website, mengertilah saya bahwa tubing hampir sejenis dengan rafting, namun pada umumnya tubing menggunakan ban. Kita akan menunggang ban untuk menyusuri sungai. Nyali saya sedikit ciut, mengingat saya memiliki phobia terhadap air yang terlalu banyak dan tidak bisa berenang sedikitpun. Namun ternyata, keingintahuan saya lebih besar daripada rasa takut yang saya miliki. Sayapun mengiyakan tawaran teman saya tersebut.

Rabu pagi, berangkatlah saya dari Solo. Setelah melalui 1,5 jam, sampailah saya pada kota Salatiga. Dari Salatiga, saya beserta 3 teman saya yang lain meluncur menuju lokasi yang terletak di desa Sambirejo, kota Semarang. Panitia sudah memberitahu kami untuk berkumpul di balai desa.

Setiba di balai desa, kami diberi sedikit penjelasan oleh panitia mengenai medan yang akan kami lalui. Mereka menjelaskan bahwa tubing ini sedikit berbeda dengan tubing lainnya, medannya justru lebih mirip dengan rafting. Sungainya lebih lebar dan pada titik-titik tertentu memiliki aliran yang deras. Pada beberapa titik juga mungkin ada rintangan berupa patok, patahan, ataupun batu besar. Ada 2 buah jalur yang disediakan, yaitu 4 kilometer dan 9 kilometer. Seketika itu, ketiga teman saya langsung memilih untuk mengikuti jalur 9 kilometer. Pucatlah saya! Teman-teman saya juga memilih menggunakan 4 buah ban tanpa pemandu di dalam. Baiklah, saya hanya bisa menghela nafas dalam-dalam. 


Tim dari Solo berpose sebelum memulai petualangan
( sumber foto : ardiannugroho.com )


Pelampung sudah terpasang, ban sudah diangkut ke atas mobil. Kami diantar dengan menggunakan mobil bersama dengan satu rombongan lainnya yang berasal dari Susukan. Bahkan ada anak kecil yang kira-kira masih SD ikut dalam rombongan tersebut. Sayapun mulai dihinggapi malu, pantanglah bagi saya untuk mundur! Sesuai yang diberitahukan oleh panitia sebelumnya, kami menyusuri tepian sungai yang berjarak kurang lebih 300 meter sebelum kami sampai pada tempat start.

Ban diangkut sebelum menyusuri tepian sungai

Begitu sampai di tempat start, terlihatlah sebuah sungai yang cukup lebar dengan arus yang cukup deras. Lalu terbayanglah jarak 9 kilometer itu dalam kepala saya, mulailah ketakutan-ketakutan itu menghantui pikiran saya. Bagaimana jika saya terbalik? Bagaimana jika saya nanti tenggelam? Bagaimana dan bagaimana? Lalu saya mencoba menenangkan diri dengan menceburkan kedua kaki saya terlebih dahulu ke air, agar saya lebih mudah beradaptasi nantinya. Setidaknya itulah harapan saya. Kemudian saya mensugesti diri saya, ketakutan itu hanya ada di pikiran saya, bukan di dunia nyata. Jika saya tidak mencoba, saya tidak akan pernah tahu apakah saya akan berhasil atau tidak. Satu-satunya yang harus saya lawan adalah diri saya sendiri, ketakutan saya. 


Sebelum berangkat, kami bertiga berpose. Satu lagi sedang menjadi fotografer.


Berangkatlah saya menyusuri sungai tersebut bersama teman-teman. Awalnya memang arus tidak terlalu deras, perasaan saya masih sangat tenang. Saya mulai menikmati perjalanan ini, hingga tibalah kami pada arus yang cukup deras. Perahu kami tidak melaju dengan begitu baik sedangkan di depan kami terdapat rerimbuhan pohon yang menjuntai ke arah sungai. Ban kamipun menuju ke arah tersebut, kami berusaha meminimalisir resiko terbalik dengan cara merebahkan badan kami sehingga ban kami dapat lebih stabil. Namun pada akhirnya, ban kami tetap terbalik. Saya merasakan tubuh saya masuk ke dalam air, satu-satunya yang saya pikirkan adalah saya harus dapat berdiri. Ah, akhirnya saya bisa berdiri! Celakanya, arusnya ternyata lebih deras sehingga tubuh saya terseret oleh arus. Tangan saya masih coba untuk meraih ban agar saya bisa kembali, namun sia-sia saja, saya tetap terseret oleh arus. Beruntunglah saya, teman saya dapat meraih tangan saya. Namun, tetap saja kami terbawa arus. Saya mulai merasakan sakit karena kaki terbentur bebatuan yang ada di bawah. Kemudian, ada satu regu dari panitia yang menolong kami. Ban kamipun dipinggirkan terlebih dahulu, kemudian satu persatu dari kami ditarik. Yes! Berhasil ! Akhirnya, saya dan teman-teman dapat kembali ke dalam ban kami. Ini sangat menyenangkan, saya yang tidak bisa renangpun masih dapat terjaga keselamatannya karena ada pelampung dan tim yang sigap.

Tibalah kami di tempat pemberhentian jalur pertama. Beberapa dari tim sudah ada yang berada di pinggiran untuk memberikan instruksi agar kami beristirahat terlebih dahulu. Kami segera menepikan diri, satu persatu dari kami memanjat tepian. Lagi-lagi teman saya berulah jahil, ditariklah tangan saya hingga saya masuk ke sungai. Panik? Iya. Takut? Ah, kini takut hanyalah sebuah kata saja, bukan suatu perasaan yang membuat jantung saya berdebar kencang dan bulu kuduk saya berdiri. Selamat tinggal rasa “takut” !

Petualangan ini ternyata tak habis-habisnya memberikan saya kejutan, setelah mengalami tercebur, terbalik, diceburkan, kini di depan saya sudah ada pesta kebun! Luar biasa, tim sudah menyiapkan makanan di pinggiran sungai. Menu makanan kami kali ini cukup unik karena terdapat nasi jagung yang merupakan tanaman khas dari daerah tersebut. Tersedia juga beberapa macam gorengan dan....... aha ! saya bertemu dengan es buah. Ini seperti berada di secuil surga yang Tuhan turunkan ke bumi. Segar! Kebersamaan dalam kesederhanan ini membuat saya semakin bersyukur kepada Tuhan, atas segala sesuatu yang diciptakan-Nya.
Pesta kebun !

Setelah kami selesai menikmati hidangan yang ada, kami harus melanjutkan perjalanan kami yang masih 5 kilometer lagi. Kami akan melewati patahan yang cukup tinggi setelah ini. Satu persatu dari kami kembali menuju ban. Namun sayangnya, belum semua naik, salah satu ban kami bocor karena tersangkut. Ada-ada saja yang mewarnai perjalanan kami kali ini. Untuk itu, salah satu teman saya harus menyusuri pinggiran untuk berganti dengan ban lain setelah patahan. Saya bersama dua teman saya yang lainnya meneruskan perjalanan membawa ban yang salah satunya telah bocor. Untuk melewati patahan tersebut, kami menggunakan teknik seperti sebelumnya yaitu dengan merebahkan badan kami. Yes! Kami berhasil melewati patahan tersebut tanpa terbalik. 

Lihat, saya yang ditengah! Si phobia air berhasil menaklukan patahan.

Bergantilah kami dengan menggunakan ban yang baru dan meneruskan perjalanan. Dayungpun dikayuh ke kanan dan kiri bergantian. Terkadang dua teman saya harus mengayuh lebih kuat agar arus yang kuat tidak menggulung kami, namun ada kalanya kami dapat bersantai mengikuti arus tanpa harus mengayuh. Begitupula dengan hidup ini bukan? Sesekali kita memang harus bekerja keras, namun ada kalanya kita bersantai-santai untuk menikmati hasil dari apa yang telah kita kerjakan. Perjalanan ini memang panjang, namun jika kita hanya terfokus pada titik finishnya atau titik akhirnya tentunya kita tidak dapat menikmati perjalanan. Sekalipun saya awalnya memiliki ketakutan terhadap air dalam jumlah banyak, toh akhirnya saya dapat menikmati perjalanan ini! Perahu terbalik, terseret arus, terkena bebatuan, itulah bagian yang seru dari perjalanan kali ini, bukan bagian yang menakutkan. Hal tersebut hanya terletak pada pilihan saya untuk bereaksi atau merespon. Bereaksi dengan berteriak, kemudian trauma, dan menganggap ini suatu yang menakutkan atau memilih untuk merespon. Walaupun saya berteriak, namun saya segera mencari pijakan, mencari pegangan, hingga akhirnya saya bisa kembali ke ban dan menikmati lagi perjalanan. 

Perjalanan ini berakhir setelah menempuh waktu kurang lebih 3 jam. Selama 3 jam, saya benar-benar melawan ketakutan saya, melawan diri saya sendiri. Tetapi, saya memperoleh reward berupa pemandangan sekitar yang begitu indah, berupa: tebing bebatuan dengan struktur yang unik, pepohonan yang rimbun, dan mengamati orang-orang yang beraktivitas di pinggir sungai. Satu kata untuk tubing di kali tuntang ini, SERU!


Untuk kalian yang ingin menguji adrenalin, silahkan datang ke tubing Kali Tuntang. Kalian dapat menghubungi Bapak Zacky (no telp: 0817-6549-433). Jangan takut jika kalian tidak bisa berenang, saya sudah membuktikannya sendiri bahwa petualangan ini dapat kalian nikmati dengan aman. Petualangan seru sudah menanti kalian, tunggu apalagi? Segera datang!

Rabu, 27 Januari 2016

Gunung Andong dan seribu harapan baru.

"We don't meet people by accident they are meant to cross our path for a reason."

Sebelumnya quote itu hanyalah quote sampai hari dimana saya berhasil naik ke salah satu gunung yang ada di kabupaten Magelang, Gunung Andong. Sudah sejak dahulu saya ingin sekali mendaki gunung ini, namun semuanya hanyalah sebuah wacana saja. Niat yang hanya tinggal niat. Hingga saya bertemu dengan seorang teman yang memang selalu menginspirasi saya untuk melakukan hal-hal baru.

Perjalanan ini berawal dari sebuah gambar yang diunggah ke instagram milik akun @jejakku. Jejakku mengadakan suatu kegiatan yaitu penanaman 1000 pohon di Gunung Andong pada tanggal 23-24 Januari 2016. Saya sangat antusias untuk mengikuti kegiatan ini, selain karena tujuannya adalah Gunung Andong, kegiatan ini juga bukan sekedar pergi mendaki saja tetapi juga aksi nyata untuk penanaman di tempat sisa-sisa kebakaran Gunung Andong pada bulan Oktober lalu.


Akhirnya saya mengajak teman-teman saya yang lain untuk ikut berpartisipasi dalam acara ini. Berangkatlah saya dan 2 teman saya dari Solo pada hari Sabtu sore. Beruntunglah kami mendapat tumpangan untuk sampai ke Basecamp Ngablak, Sawit, Girirejo, Magelang. Sesuai dengan instruksi dari panitia, kami harus datang dan mendaftar disana terlebih dahulu. Setiba disana, kami bertemu dengan 2 orang teman lainnya yang berasal dari Salatiga.

Malam itu, saya dan teman-teman langsung mendaki ke atas sehingga esok nanti kami dapat melihat sunrise kemudian dilanjutkan untuk penanaman, Ini pengalaman pertama saya mendaki gunung, beruntunglah saya mendaki bersama dua teman yang lain, yang memang sudah berpengalaman untuk mendaki gunung. Ketika turun dari tempat pendaftaran menuju ke arah gunung, saya memandang gunung tersebut dari bawah diiringi dengan rasa pesimis dalam diri saya, "Apa saya bisa sampai puncak ya? Ini gunung lho dit, tinggi. Sekalipun bukan gunung tertinggi, tapi kamu pasti akan kelelahan.


(sumber : www.jayanjayan.comhttp://www.jayanjayan.com)

Waktu sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB, kami baru memulai perjalanan panjang. Langkah pertama kami langsung disambut oleh tangga-tangga yang begitu terjal. Ah, rasa-rasanya semakin susah mencapai puncak. Saya merasakan rasa pesimis itu terus membayangi. Nafas saya mulai tidak teratur, baru beberapa langkah sudah terasa lelah. Ini salah satu akibat kurang berolahraga, Mendaki kali ini memang hanya bermodal nekat, bahkan tanpa persiapan seperti jogging dulu sebelumnya.

Ketika akan mencapai pos satu, tiba-tiba salah satu teman saya merasa kesakitan. Dia merasakan nyeri yang hebat pada bagian bawah perutnya. Akhirnya perjalanan rombongan kamipun terhenti. Teman saya merasa tidak bisa untuk melanjutkan perjalanan lagi. Kemudian, kami segera menggelar matras dan memberikan pertolongan pertama untuk teman kami. Saya lantas menghubungi panitia untuk mengirimkan bantuan. Selang setengah jam, bantuan lalu datang dari Tim SAR. Teman Saya terpaksa ditandu dan di bawa ke basecamp lagi.

Kami akhirnya melanjutkan perjalanan hanya berempat. Sebelum tiba di pos 2, kami sudah diberitahu bahwa di puncak sudah sangat penuh. Kami tidak dapat mendirikan tenda di puncak, bahkan di pos3. Tempat yang masih tersedia hanya disekitar pos 2. Kamipun melanjutkan perjalanan hingga tiba di pos2, ternyata pos 2pun sudah penuh. Beberapa dari pendaki ada yang sudah mendirikan tenda bahkan ada beberapa yang memasang hammock di pepohonan. Dua teman yang laki-laki mencari tempat untuk mendirikan tenda sementara kami yang perempuan menunggu di dekat pos, karena lokasi sudah sangat penuh. Jika memang tidak ada tempat, kami harus turun lagi ke bawah menuju ke pos 1.

Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya kedua teman saya menemukan lokasi untuk mendirikan tenda. Kamipun segera naik menuju ke atas, hampir mendekati pos 3. Tenda kami berhasil didirikan di pinggiran tebing, jika kami tidak berhati-hati, maka dengan mudah kami akan terjatuh. Lalu, teman saya dengan terampil segera membuat teh untuk menghangatkan diri. Tak lama, saya dan teman saya yang perempuan memutuskan untuk tidur cepat mengingat besok pagi kami masih harus mendaki hingga puncak.

( dokumen pribadi : @anindhytaputtri)

Sekitar pukul 04.00, saya terbangun, namun suara gerimis terdengar. Kami akhirnya mengurungkan niat kami untuk mendaki ke puncak langsung. Mengingat jalanan pasti akan sangat licin dan terjal sehingga membahayakan. Kami memutuskan untuk menunggu cuaca lebih baik terlebih dahulu. Sayup-sayup kami dengar suara beberapa orang sudah mulai mendaki ke atas. Akhirnya, saa keluar tenda pukul 05.30, Voilaa....udara tampak segar, dan matahari masih nampak malu-malu untuk menampakkan diri di ujung timur. Kamipun membuat mie dan telur dadar untuk mengisi perut, serta tak lupa secangkir kopi sebagai pelengkap.

Waktu sudah menunjukkan pukul 06.30, saya dan teman-teman memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Barang-barang yang penting kami bawa sedangkan yang tidak penting kami tinggal di dalam tenda. Perjalanan ini ternyata jauh lebih ekstrim karena jalan semakin menanjak dan terjal. Sesekali saya berhenti, karena kaki terasa lelah. Setengah perjalanan, saya dapat menikmati keindahan tiga gunung sekaligus, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Andong itu sendiri.

( dokumen pribadi : @anindhytaputtri)


Teman-teman saya terus menyemangati saya agar saya bisa sampai puncak. Saya sadar bahwa tidak ada jalan pintas untuk mencapai puncak, begitupula dengan kehidupan di dunia ini. Tidak pernah ada jalan pintas untuk mencapai semua kesuksesan besar. Semua harus melewati jalan terjal seperti kita mendaki gunung ini. Kita harus terus berjalan dan terus berusaha untuk mencapai puncak. Namun, jika kita hanya terpaku untuk mencapai puncak, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Sesekali kita harus menikmati pemandangan yang ada di sekitar, itulah cara menikmati perjalanan. Sama halnya dengan kehidupan, kita harus menikmati setiap prosesnya, jangan hanya terpaku pada kata "sukses" saja. Nikmatilah masa-masa dimana kita berjalan dengan tawa bahagia, bahkan sesekali harus dengan tangis airmata. Tapi semua itulah yang akan membentuk kita menjadi pribadi yang baru. Kamipun terus dan terus mendaki hingga akhirnya mencapai puncak. Voila !!!! Pemandangan yang menakjubkan kami dapatkan !!!!


( dokumen pribadi : @anindhytaputtri)

Puncak ternyata sangat ramai, tidak kalah dengan mall ketika sedang ada diskon 70%. Begitu banyak orang yang mendirikan tenda disini dan berselfi ria. Bahkan ada persewaan action camera di atas, sungguh luar biasa. Saya pikir, saya mampu memandang dari atas dengan penuh kelegaan, namun yang terjadi adalah sebaliknya. Untunglah tadi sebelum puncak, kami sempat beristirahat di bebatuan sambil menikmati pemandangan. Selama di puncak, kami menikmati tempe goreng dan teh hangat serta bercengkarama dengan pendaki lainnya. Tak lama, kami memutuskan turun karena kami masih harus menanam pohon yang kemarin sudah diberi panitia. Ketika sedang menanam, kami melihat banyak anak kecil yang berlarian sambil membawa bibit untuk ditanam. Bahkan sudah ada yang berlari 2 bolak-balik sambil membawa tanaman. Betapa semangatnya mereka !

( dokumen pribadi : @anindhytaputtri)

Setelah kami selesai menanam, kami memutuskan untuk segera membereskan tenda dan kembali pulang. Misi sudah terselesaikan, keinginan itu bukan tinggal wacana belaka melainkan sudah terwujud. Meskipun perjalanan begitu terjal dan melelahkan, namun semua kerja keras ini terbayar lunas dengan pemandangan yang luar biasa. Menyaksikan beberapa gunung mengapit kami sekaligus, menyadari bahwa kami hanyalah makhluk Tuhan yang kecil. Mendaki gunung menyadarkan kita bahwa kita hanyalah bagian kecil dari dunia ini, sehingga kita tidak berbangga hati merasa yang paling besar atau paling tinggi. Terima kasih Andong, terima kasih sahabat untuk perjalanan yang begitu menyenangkan ini. Semoga pohon-pohon kami dapat menumbuhkan harapan baru untuk menghijaukan Gunung Andong kembali yang sempat terbakar :)






Rabu, 30 Desember 2015

Sunrise dari Gantole Wonogiri

Libur sekolah telah tiba, saatnya memberikan jeda bagi kemonotonan rutinitas yang ada. Saya dan adik beserta 2 teman lainnya berencana untuk menghabiskan waktu untuk camping di Landasan Paralayang kabupaten Wonogiri. Lokasi landasan paralayang sendiri agak jauh dari pusat kota. Perjalanan untuk sampai di lokasi kurang lebih 25 menit dikarenakan jalanan yang menanjak dan cukup sulit untuk di lewati. Jika anda melewati pusat kota, maka pilihlah jalan menuju Polres Wonogiri. Lalu ikuti arah menuju ke karamba. Setelah kalian menemukan jembatan, lihatlah samping kanan kalian akan terpampang papan nama Landasan Paralayang.

Sebenarnya ada 2 spot untuk landasan paralayang ini. Saya biasanya menyebut Gantole 1 dan gantole 2. Gantole 1 letaknya relatif lebih dekat. Jika anda sudah sampai pada desa pertama, maka pertigaan pertama, silahkan anda belok ke arah kanan. Bila anda mengalami kesulitan untuk menemukannya, silahkan bertanya pada penduduk sekitar. Beginilah pemandangan di gantole 1 :


Demi untuk melihat sunrise di pagi hari sembari menikmati secangkir kopi, kami memutuskan untuk camping di Gantole 2 yang letaknya lebih tinggi dibandingkan Gantole 1. Jalan menuju ke gantole 2 juga relatif lebih sulit karena banyak tanjakan dan lekukan. Untuk melengkapi acara camping ini, kami menyewa peralatan untuk camping di @jejaksetapak. Jejak Setapak ini berlokasi di ruko belakang SMA Negeri2 Wonogiri. Jejak Setapak menyewakan berbagai macam peralatan untuk berkemah, seperti kompor, nesting, doom, head lamp, dll. 

Sore harinya, kami meminta ijin terlebih dahulu kepada bapak RT untuk melaksanakan camping, karena ada sebuah portal menuju ke Gantole 2 dan portal itu digembok pada waktu malam hari. Oleh karena itu, kami harus meminta ijin agar memperoleh kunci portal tersebut. Beginilah kira-kira surat ijin yang diberikan :

Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00, kami bergegas untuk menuju ke Gantole 2. Kamipun menuju ke rumah bapak RT terlebih dahulu untuk mengambil kunci gembok portal sekaligus meminta ijin. Bapak RTnya ternyata sangat baik, kamipun diantar hingga ke atas. Setiba disana, kami lantas mendirikan doom kami. Doom kami sangat praktis dan mudah untuk didirikan, terlebih untuk pemula seperti saya dan adik saya. Setelah itu, kami memasak mie instan untuk mengisi perut yang sudah lapar. 

Hal yang paling membuat saya merasa senang adalah saya benar-benar dapat tidur beralaskan matras, beratapkan langit yang penuh bintang-bintang, serta bermandikan cahaya bulan. Ini kali pertama saya melaksanakan camping, dan saya dibuat menjadi ketagihan untuk camping lagi. Kami saling bertukar cerita hingga saya merasa dingin malam itu sudah menusuk tulang, saya memutuskan untuk masuk terlebih dahulu ke dalam tenda.

Langit masih berkabut dan waktu menunjukkan pukul 05.00 WIB, saya terbangun dan bergegas mencari air untuk wudlu. Entah mengapa, sholat Shubuh pagi ini terasa sangat berbeda untuk saya. Selepas beribadah, saya dan teman-teman menunggu matahari terbit. Kami harus bersabar untuk menunggu matahari muncul dari sela-sela kabut yang begitu pekat itu. Beginilah suasana kala itu, ketika perlahan matahari muncul :



Camping ini membuat saya semakin bersyukur atas Tuhan dan segala penciptaan-Nya yang begitu sempurna. Betapa Tuhan telah menyediakan  dan mengatur sedemikian tepatnya. namun sayang sekali, begitu matahari terlihat dan semua menjadi jelas. Kami melihat banyak seklai tumpukan sampah di sekitar kami. Entah itu bungkus makanan, sendok dan garpu bekas popmie, botol dan plastik bekas minuman, dan masih banyak sampah yang berserakahan. Belum lagi tembok yang dicoret-coret dengan nama mereka. Entah apa yang dipikiran orang-orang itu ketika menuliskan namanya dan tanggalnya di tempat itu. Apakah tidak ada cara yang lebih tepat untuk mengabadikan memori mereka selain dengan mencoret-coret? saya dan teman-temanpun ikut membersihkan sampah-sampah yang berserakahan tersebut agar terlihat lebih bersih.

Jadi, tertarik untuk camping? Silahkan, tapi jangan lupa bawa lagi sampahmu !
Designed By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates