THE LOST TRAVELLER

Rabu, 09 Desember 2015

JOGJA, Let's get lost !



“Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu.
Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgia, saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana jogja”


                Bait lagu dari Kla Project itu mengawali minggu pagiku kala itu. Bagi banyak orang, Jogja adalah kota yang  sering dirindukan. Entah magnet seperti apa yang ada di kota itu, sehingga menarik orang untuk kembali dan kembali lagi. Pesona wisata alamnya yang begitu banyak dan kebudayaan yang masih kental di kota itu, menjadi daya tarik yang tak lekang oleh waktu. Apalagi untuk orang yang pernah tinggal di kota itu untuk waktu yang lama sepertiku. 4,5 tahun berada di kota itu, membuatku benar-benar jatuh cinta. Begitu berat rasanya meninggalkan kota itu.
                Ah, akhirnya tiba saatku untuk kembali pada kota ini walaupun hanya untuk sejenak saja. Bagiku, cukuplah untuk mengobati kerinduanku pada kota ini. Aku bersama dengan empat orang temanku memutuskan untuk menghabiskan weekend ini di Jogja. Bermodalkan GPS dan pengetahuanku tentang jalanan di Jogja yang tidak begitu bagus, aku dan teman-teman memberanikan diri untuk get lost  ke Jogja.
                Tujuan pertama kami sebenarnya adalah hutan Pinus di daerah Imogiri. Hutan Pinus itu sudah terkenal di instagram, entah sudah berapa banyak orang yang berfoto disana. Kami mengambil arah mengikuti arah Piyungan, kemudian melewati bukit Pathuk hingga akhirnya tiba di jalan Imogiri. Kemudian kami menemukan tulisan Puncak Becici. Kami mengira, tempat itulah yang dimaksud kebanyakan orang sebagai hutan Pinus. Aku dan teman-teman sudah bersemangat untuk segera mengambil foto. Salah satu temanku bahkan sudah bersemangat mengambil bandana rusa, bandana macan, bandana bunga, hingga topi. Aku sudah bersemangat mengeluarkan kamera dan tripodku. Tapi ternyataaaaaaaaaaaaaaaa, jreng jreng. Tempatnya bukan ini yang dimaksud. Hutan pinus yang kami cari bukan di Puncak Becici ini.
                Akhirnya, karena  pemandangannya tak jauh berbeda dengan hutan Pinus yang sebenarnya, kami memutuskan untuk mengambil gambar disini saja.


Selain pemandangan hutan Pinus, Puncak becici ternyata juga menawarkan fasilitas untuk outbound seperti yang kami baca sebelumnya di papan pemberitahuan. Namun, cuaca gerimis waktu itu tidak mendukung kami untuk pergi ke tempat outbound tersebut.
                Tempat tujuan kami yang kedua adalah Gembira Loka Zoo, salah satu kebun binatang yang terkenal di Indonesia dan seringkali dijadikan sebagai tempat tujuan wisata. Terakhir kali aku mengunjungi tempat ini adalah ketika aku masih menjadi mahasiswi semester 2. Pada waktu itu, aku mengunjungi Gembira Loka untuk studi lapangan mata kuliah Vertebrata. Kebun binatang ini memang menyediakan informasi yang cukup sebagai pendukung untuk pembelajaran. Tidak jarang, anak-anak dari TK dan SD mengunjungi tempat ini untuk mengenal lebih dekat mengenai binatang.
                Keadaan Gembira Loka saat ini jauh sangat tertata dibandingkan ketika aku mengunjungi tempat ini di tahun 2010. Banyak sekali perbaikan terhadap penataan spot-spot yang telah dilakukan sehingga terlihat lebih menarik untuk dikunjungi. Terutama pada bagian Bird Park, disini ada sebuah spot dimana kami bisa berinteraksi langsung dengan burung-burung koleksi Gembira Loka tanpa dipungut biaya dengan memasuki satu buah ruang khusus. Di dalam ruang tersebut sudah terdapat beberapa burung yang sengaja dibiarkan lepas.           
taken by : +Ardian Nugroho 

Adanya tempat ini sangat menyenangkan bagiku, karena dapat digunakan sebagai media pembelajaran langsung. Anak-anak dapat melihat lebih dekat mengenai ciri-ciri makhluk hidup itu sendiri, cara makhluk hidup bergerak, apakah makanan mereka, apa yang membedakan hewan satu dengan hewan lainnya, dll. Melihat langsung objek yang mereka pelajari akan membawa ingatan mereka tersimpan pada long term memory sehingga memori tersebut akan tersimpan lebih lama. Mereka bukan lagi knowing, tetapi lebih kepada understanding.

Selanjutnya, kami meneruskan perjalanan menuju ke Sindu Kusuma Edu Park. Objek wisata ini terletak di Jalan Magelang km 3. Tidak terlalu susah bagi kami untuk menemukan tempat ini karena lokasinya yang masih berada di wilayah kota. Sindu Kusuma Edupark begitu booming di instagram, banyak sekali orang yang mengupload foto mereka, terutama dengan latar ferris wheel. Setiba disana, kami diberi penjelasan oleh pihak Sindu Kusuma Edupark mengenai bagaimana system pembayaran untuk menggunakan permainan-permainan yang ada di dalamnya. Selama di Sindu Kusuma Edupark ini, kami akan menggunakan kartu yang di dalamnya berupa saldo uang yang dapat kami gunakan untuk membayar permainan. Jika saldo habis, kami dapat melakukan top-up.
Ada berbagai macam permainan yang menarik disana, namun ada dua permainan yang menyita perhatianku. Permainan pertama adalah Segway. Segway ini mirip seperti airwheel, kita menjalankannya dengan menggunakan gerakan tubuh kita. Jika ingin bergerak maju, condongkan tubuh ke depan. Jika ingin mengerem atau berhenti sebentar, condongkan badan ke belakang. Jika ingin belok kanan atau kiri, putarlah stangnya. Hal yang paling penting dalam bermain Segway adalah bagaimana cara kita dalam menjaga keseimbangan kita. Bermain Segway ini seperti mengingatkanku bagaimana ketika aku harus menjalani kehidupan dengan seimbang, ada kalanya memang harus kulangkahkan kaki ke depan dan melesat mengejar apa yang menjadi keinginanku. Namun, sesekali aku perlu berhenti sejenak. Bukan untuk menyerah, tetapi untuk mensyukuri langkah yang telah aku tempuh.  

Selain itu ada, ferris wheel atau bianglala. Jinontro, kalau kakak sepupuku biasa menyebutnya. Keponakanku sangat menyukai bianglala atau ferris wheel ini, setiap melihat gambar atau objeknya asli, dia akan berteriak “itu jinontro, mah”. 


Dibalik bianglala yang begitu gagah berdiri itu, tersimpan nilai kehidupan bahwa hidup akan selalu berputar. Lihatlah bagaimana jinontro itu berputar pada porosnya, sebagaimana perputaran hidup kita dengan Tuhan sebagai porosnya. Apabila tidak ada poros tersebut, rusaklah si bianglala. Sebagaimana jika kita tidak menyertakan Tuhan dalam kehidupan kita, maka rusaklah hidup kita. Satu hal yang kita perlu mengerti, bahwa tidak ada kebahagiaan yang bersifat selamanya. Tetapi kabar baiknya, tidak ada pula kesedihan yang bersifat selamanya pula. Nothing lasts forever. Semua ada waktunya. Ada waktunya kita sedih, tetapi ada waktunya kita bahagia. Terkadang kita harus menangis begitu pedih, nantinya kita juga akan tertawa terbahak-bahak. Hal yang perlu kita tahu juga, jangan pernah takut dalam menjalani kehidupan hanya karena kita tahu nantinya kita pasti akan mengalami kesedihan. Jika kamu tidak menyingkirkan rasa takutmu untuk menaiki bianglala itu, kamu tidak akan melihat keindahan yang dapat kamu temui ketika kamu berada di atas. Sama halnya seperti hidup ini, kamu tidak dapat berada di atas jika kamu tidak membuang ketakutanmu terlebih dahulu.






Share This

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates