“Pulang
ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu.
Masih
seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh
selaksa makna
Terhanyut
aku akan nostalgia, saat kita sering luangkan waktu
Nikmati
bersama suasana jogja”
Bait lagu dari Kla Project itu
mengawali minggu pagiku kala itu. Bagi banyak orang, Jogja adalah kota
yang sering dirindukan. Entah magnet
seperti apa yang ada di kota itu, sehingga menarik orang untuk kembali dan
kembali lagi. Pesona wisata alamnya yang begitu banyak dan kebudayaan yang
masih kental di kota itu, menjadi daya tarik yang tak lekang oleh waktu.
Apalagi untuk orang yang pernah tinggal di kota itu untuk waktu yang lama
sepertiku. 4,5 tahun berada di kota itu, membuatku benar-benar jatuh cinta. Begitu
berat rasanya meninggalkan kota itu.
Ah, akhirnya tiba saatku untuk
kembali pada kota ini walaupun hanya untuk sejenak saja. Bagiku, cukuplah untuk
mengobati kerinduanku pada kota ini. Aku bersama dengan empat orang temanku
memutuskan untuk menghabiskan weekend
ini di Jogja. Bermodalkan GPS dan pengetahuanku tentang jalanan di Jogja yang
tidak begitu bagus, aku dan teman-teman memberanikan diri untuk get lost ke Jogja.
Tujuan pertama kami sebenarnya
adalah hutan Pinus di daerah Imogiri. Hutan Pinus itu sudah terkenal di
instagram, entah sudah berapa banyak orang yang berfoto disana. Kami mengambil
arah mengikuti arah Piyungan, kemudian melewati bukit Pathuk hingga akhirnya
tiba di jalan Imogiri. Kemudian kami menemukan tulisan Puncak Becici. Kami mengira,
tempat itulah yang dimaksud kebanyakan orang sebagai hutan Pinus. Aku dan teman-teman
sudah bersemangat untuk segera mengambil foto. Salah satu temanku bahkan sudah
bersemangat mengambil bandana rusa, bandana macan, bandana bunga, hingga topi.
Aku sudah bersemangat mengeluarkan kamera dan tripodku. Tapi ternyataaaaaaaaaaaaaaaa,
jreng jreng. Tempatnya bukan ini yang dimaksud. Hutan pinus yang kami cari
bukan di Puncak Becici ini.
Akhirnya, karena pemandangannya tak jauh berbeda dengan hutan
Pinus yang sebenarnya, kami memutuskan untuk mengambil gambar disini saja.
Selain
pemandangan hutan Pinus, Puncak becici ternyata juga menawarkan fasilitas untuk
outbound seperti yang kami baca sebelumnya di papan pemberitahuan. Namun, cuaca
gerimis waktu itu tidak mendukung kami untuk pergi ke tempat outbound tersebut.
Tempat tujuan kami yang kedua
adalah Gembira Loka Zoo, salah satu kebun binatang yang terkenal di Indonesia
dan seringkali dijadikan sebagai tempat tujuan wisata. Terakhir kali aku
mengunjungi tempat ini adalah ketika aku masih menjadi mahasiswi semester 2.
Pada waktu itu, aku mengunjungi Gembira Loka untuk studi lapangan mata kuliah
Vertebrata. Kebun binatang ini memang menyediakan informasi yang cukup sebagai
pendukung untuk pembelajaran. Tidak jarang, anak-anak dari TK dan SD
mengunjungi tempat ini untuk mengenal lebih dekat mengenai binatang.
Keadaan Gembira Loka saat ini
jauh sangat tertata dibandingkan ketika aku mengunjungi tempat ini di tahun
2010. Banyak sekali perbaikan terhadap penataan spot-spot yang telah dilakukan sehingga terlihat lebih menarik
untuk dikunjungi. Terutama pada bagian Bird Park, disini ada sebuah spot dimana kami bisa berinteraksi
langsung dengan burung-burung koleksi Gembira Loka tanpa dipungut biaya dengan
memasuki satu buah ruang khusus. Di dalam ruang tersebut sudah terdapat
beberapa burung yang sengaja dibiarkan lepas.
taken by : +Ardian Nugroho
Adanya tempat ini sangat menyenangkan bagiku, karena dapat digunakan
sebagai media pembelajaran langsung. Anak-anak dapat melihat lebih dekat
mengenai ciri-ciri makhluk hidup itu sendiri, cara makhluk hidup bergerak,
apakah makanan mereka, apa yang membedakan hewan satu dengan hewan lainnya,
dll. Melihat langsung objek yang mereka pelajari akan membawa ingatan mereka
tersimpan pada long term memory
sehingga memori tersebut akan tersimpan lebih lama. Mereka bukan lagi knowing, tetapi lebih kepada understanding.
Selanjutnya, kami meneruskan perjalanan menuju ke Sindu Kusuma Edu
Park. Objek wisata ini terletak di Jalan Magelang km 3. Tidak terlalu susah
bagi kami untuk menemukan tempat ini karena lokasinya yang masih berada di
wilayah kota. Sindu Kusuma Edupark begitu booming
di instagram, banyak sekali orang yang mengupload foto mereka, terutama dengan
latar ferris wheel. Setiba disana,
kami diberi penjelasan oleh pihak Sindu Kusuma Edupark mengenai bagaimana system
pembayaran untuk menggunakan permainan-permainan yang ada di dalamnya. Selama di
Sindu Kusuma Edupark ini, kami akan menggunakan kartu yang di dalamnya berupa saldo
uang yang dapat kami gunakan untuk membayar permainan. Jika saldo habis, kami
dapat melakukan top-up.
Ada berbagai macam permainan yang menarik disana, namun ada dua
permainan yang menyita perhatianku. Permainan pertama adalah Segway. Segway ini
mirip seperti airwheel, kita
menjalankannya dengan menggunakan gerakan tubuh kita. Jika ingin bergerak maju,
condongkan tubuh ke depan. Jika ingin mengerem atau berhenti sebentar,
condongkan badan ke belakang. Jika ingin belok kanan atau kiri, putarlah
stangnya. Hal yang paling penting dalam bermain Segway adalah bagaimana cara
kita dalam menjaga keseimbangan kita. Bermain Segway ini seperti mengingatkanku
bagaimana ketika aku harus menjalani kehidupan dengan seimbang, ada kalanya
memang harus kulangkahkan kaki ke depan dan melesat mengejar apa yang menjadi
keinginanku. Namun, sesekali aku perlu berhenti sejenak. Bukan untuk menyerah,
tetapi untuk mensyukuri langkah yang telah aku tempuh.
Selain itu ada, ferris wheel atau bianglala. Jinontro, kalau kakak
sepupuku biasa menyebutnya. Keponakanku sangat menyukai bianglala atau ferris
wheel ini, setiap melihat gambar atau objeknya asli, dia akan berteriak “itu
jinontro, mah”.
Dibalik bianglala yang begitu gagah berdiri itu, tersimpan
nilai kehidupan bahwa hidup akan selalu berputar. Lihatlah bagaimana jinontro
itu berputar pada porosnya, sebagaimana perputaran hidup kita dengan Tuhan sebagai porosnya. Apabila tidak
ada poros tersebut, rusaklah si bianglala. Sebagaimana jika kita tidak
menyertakan Tuhan dalam kehidupan kita, maka rusaklah hidup kita. Satu hal yang
kita perlu mengerti, bahwa tidak ada kebahagiaan yang bersifat selamanya. Tetapi
kabar baiknya, tidak ada pula kesedihan yang bersifat selamanya pula. Nothing
lasts forever. Semua ada waktunya. Ada waktunya kita sedih, tetapi ada waktunya
kita bahagia. Terkadang kita harus menangis begitu pedih, nantinya kita juga
akan tertawa terbahak-bahak. Hal yang perlu kita tahu juga, jangan pernah takut
dalam menjalani kehidupan hanya karena kita tahu nantinya kita pasti akan
mengalami kesedihan. Jika kamu tidak menyingkirkan rasa takutmu untuk menaiki
bianglala itu, kamu tidak akan melihat keindahan yang dapat kamu temui ketika
kamu berada di atas. Sama halnya seperti hidup ini, kamu tidak dapat berada di
atas jika kamu tidak membuang ketakutanmu terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar