THE LOST TRAVELLER

Sabtu, 14 November 2015

SOLO HERITAGE - BENTENG VAS TEN BURG

Setelah bergelut dengan rutinitas selama seminggu penuh, akhirnya tibalah hari Jum'at. Hari dimana setelah pukul 3 sore hari, saya bisa meluangkan waktu saya untuk kembali bergelut dengan hobi saya. Sedari dulu, saya selalu menyediakan waktu dari Jum'at sore hingga Minggu siang untuk merehatkan sejenak urat-urat saraf dari kemonotonan yang ada selama seminggu penuh. Yah, seperti sebuah paragraf. Tanpa adanya jeda, paragraf itu tidak akan enak dibaca. Begitupula pikiran manusia,kita membutuhkan jeda itu untuk memunculkan kembali ide-ide kreatif yang ada di dalam diri kita.

Sejak beberapa hari yang lalu, saya ingin sekali mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di Solo. Kebetulan, saya sendiri adalah pendatang di kota Solo ini, jadi belum terlalu paham betul dengan apa yang ada di kota Solo ini. Ada beberapa tempat yang menarik bagi saya, tapi sayang sekali karena keterbatasan jam kunjungan, maka saya tidak dapat kesana sepulang dari bekerja. Lalu, pikiran saya tertuju pada salah satu bangunan tua yang sebenarnya sudah sangat akrab dengan saya. Bangunan ini terletak di jantung kota Surakarta, letaknya tidak jauh dari Keraton dan Gedung Balai Kota serta berhadapan langsung dengan Gedung Bank Indonesia. Beberapa pagelaran sering digelar di bangunan ini, terakhir kali bangunan ini digunakan untuk Solo International Performing Art atau yang biasa dikenal dengan SIPA. Yap, bangunan ini adalah Benteng Vas Ten Burg.


Beruntunglah saya, karena hari ini saya akan ditemani oleh seorang teman saya yang memiliki interest sama dengan saya dalam hal memotret, menulis, dan minum kopi. Partner sharing saya ini juga bukan asli dari Solo sehingga sore kali ini kami akan menghabiskan waktu sebagai the lost traveller. Berbekal kamera dan sepeda motor, kami pergi ke benteng Vas Ten Burg.


Setiba disana, kami berjalan menuju ke lokasi. Ternyata benteng ditutup dan kami tidak dapat masuk ke dalam. Benteng Vas Ten Burg ternyata sedikit berbeda dengan benteng Vre Den Burg yang ada di kota Yogyakarta. Benteng Vre Den Burg terbuka untuk umum, sedangkan benteng Vas ten Burg ternyata hanya dibuka untuk event-event tertentu saja. Informasi ini kami peroleh dari Bapak Sukino, seorang pemulung yang setiap harinya bekerja memungut sampah di sekitar benteng Vas Ten Burg. Dari gerbang, terlihat bahwa di dalam terdapat bangunan seperti ruang-ruang. Menurut penjelasan bapak tersebut, bangunan tersebut juga pernah digunakan sebagai asrama para prajurit. Saya teringat dengan artikel yang saya baca di wisata solo, pernah dijelaskan bahwa setelah kemerdekaan pernah berfungsi sebagai kawasan militer dan asrama bagi Brigade Infanteri 6 atau Kostrad.  Bangunan di dalam benteng dipetak-petak untuk rumah tinggal para prajurit dengan keluarganya.Bangunan ini pada awalnya bernama "Grootmoedigheid" dan didirikan oleh Gubernur Jenderal Baron van Imhoff pada tahun 1745.  Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah Gubernur Belanda. Benteng dikelilingi oleh kompleks bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal perwira dan asrama perwira. Bangunan benteng ini dikelilingi oleh tembok batu bata setinggi enam meter dengan konstruksi bearing wall serta parit dengan jembatan angkat sebagai penghubung. 


sumber : wikipedia.com



Menurut informasi bapak Sukino, dulunya di depan benteng ini ada sebuah selokan yang cukup besar. Dulunya, terdapat banyak ikan pada selokan itu. Namun kini selokan itu telah ditutup. Di depan benteng juga terdapat beberapa sumur dan perumahan penduduk, namun kini telah dirobohkan oleh Pemkot sehingga hanya tersisa 2 buah sumur yang masih bisa digunakan. Perbaikan yang dilakukan terhadap benteng ini hanya sebatas pada pengecatan ulang dengan cat warna putih.



 sebelum perbaikan
 sumber : wisatasolo


setelah perbaikan

Namun, benteng ini telah memberikan "kehidupan" sendiri bagi Bapak Sukino. Sepeninggal istrinya, Bapak Sukino bekerja sebagai pemulung yang memungut sampah di sekitar benteng Vas Ten Burg ini. Sejak tahun 2000, bapak Sukino mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga anaknya mampu hidup secara mandiri. Sampah-sampah yang dibuang oleh orang secara sembarang tersebut telah memberikan kehidupan sendiri bagi bapak Sukino. "mboten nopo-nopo mbak mas, sing penting kulo saged nguripi anak kulo. Mending kulo njipuki sampah, daripada mbayar dados pegawe" begitu kata Bapak Sukino. 


Kurang lebih setengah jam, kami berbincang dengan Bapak Sukino. Kami tak hanya mendapatkan informasi mengenai benteng Vas ten Burg sendiri, namun juga mendapatkan pembelajaran dari kisah hidupnya. Seperti layaknya sepeda, untuk dapat menjalankan sepeda itu, kamu harus mengayuh rodanya. Begitupula dengan kehidupan, untuk menjalankan kehidupan ini, kamu harus bergerak bergerak dan bergerak. Kerjakan apa yang kamu bisa sesuai dengan kemampuanmu dan jujur dalam setiap langkah yang kamu pilih. Kamu tidak perlu malu dengan apa yang kamu kerjakan selama yang kamu kerjakan itu tidak menyalahi aturan dan tidak menyalahi aturan-Nya. Tuhan mengirimkan kita ke dunia ini untuk tugas masing-masing.

Mataharipun bergerak kembali ke peraduannya, semburat lembayung senja berganti menjadi pekat. Senjapun mengucapkan selamat tinggal, kamipun melangkah pulang. 
Share This

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates