THE LOST TRAVELLER

Rabu, 30 Desember 2015

Sunrise dari Gantole Wonogiri

Libur sekolah telah tiba, saatnya memberikan jeda bagi kemonotonan rutinitas yang ada. Saya dan adik beserta 2 teman lainnya berencana untuk menghabiskan waktu untuk camping di Landasan Paralayang kabupaten Wonogiri. Lokasi landasan paralayang sendiri agak jauh dari pusat kota. Perjalanan untuk sampai di lokasi kurang lebih 25 menit dikarenakan jalanan yang menanjak dan cukup sulit untuk di lewati. Jika anda melewati pusat kota, maka pilihlah jalan menuju Polres Wonogiri. Lalu ikuti arah menuju ke karamba. Setelah kalian menemukan jembatan, lihatlah samping kanan kalian akan terpampang papan nama Landasan Paralayang.

Sebenarnya ada 2 spot untuk landasan paralayang ini. Saya biasanya menyebut Gantole 1 dan gantole 2. Gantole 1 letaknya relatif lebih dekat. Jika anda sudah sampai pada desa pertama, maka pertigaan pertama, silahkan anda belok ke arah kanan. Bila anda mengalami kesulitan untuk menemukannya, silahkan bertanya pada penduduk sekitar. Beginilah pemandangan di gantole 1 :


Demi untuk melihat sunrise di pagi hari sembari menikmati secangkir kopi, kami memutuskan untuk camping di Gantole 2 yang letaknya lebih tinggi dibandingkan Gantole 1. Jalan menuju ke gantole 2 juga relatif lebih sulit karena banyak tanjakan dan lekukan. Untuk melengkapi acara camping ini, kami menyewa peralatan untuk camping di @jejaksetapak. Jejak Setapak ini berlokasi di ruko belakang SMA Negeri2 Wonogiri. Jejak Setapak menyewakan berbagai macam peralatan untuk berkemah, seperti kompor, nesting, doom, head lamp, dll. 

Sore harinya, kami meminta ijin terlebih dahulu kepada bapak RT untuk melaksanakan camping, karena ada sebuah portal menuju ke Gantole 2 dan portal itu digembok pada waktu malam hari. Oleh karena itu, kami harus meminta ijin agar memperoleh kunci portal tersebut. Beginilah kira-kira surat ijin yang diberikan :

Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00, kami bergegas untuk menuju ke Gantole 2. Kamipun menuju ke rumah bapak RT terlebih dahulu untuk mengambil kunci gembok portal sekaligus meminta ijin. Bapak RTnya ternyata sangat baik, kamipun diantar hingga ke atas. Setiba disana, kami lantas mendirikan doom kami. Doom kami sangat praktis dan mudah untuk didirikan, terlebih untuk pemula seperti saya dan adik saya. Setelah itu, kami memasak mie instan untuk mengisi perut yang sudah lapar. 

Hal yang paling membuat saya merasa senang adalah saya benar-benar dapat tidur beralaskan matras, beratapkan langit yang penuh bintang-bintang, serta bermandikan cahaya bulan. Ini kali pertama saya melaksanakan camping, dan saya dibuat menjadi ketagihan untuk camping lagi. Kami saling bertukar cerita hingga saya merasa dingin malam itu sudah menusuk tulang, saya memutuskan untuk masuk terlebih dahulu ke dalam tenda.

Langit masih berkabut dan waktu menunjukkan pukul 05.00 WIB, saya terbangun dan bergegas mencari air untuk wudlu. Entah mengapa, sholat Shubuh pagi ini terasa sangat berbeda untuk saya. Selepas beribadah, saya dan teman-teman menunggu matahari terbit. Kami harus bersabar untuk menunggu matahari muncul dari sela-sela kabut yang begitu pekat itu. Beginilah suasana kala itu, ketika perlahan matahari muncul :



Camping ini membuat saya semakin bersyukur atas Tuhan dan segala penciptaan-Nya yang begitu sempurna. Betapa Tuhan telah menyediakan  dan mengatur sedemikian tepatnya. namun sayang sekali, begitu matahari terlihat dan semua menjadi jelas. Kami melihat banyak seklai tumpukan sampah di sekitar kami. Entah itu bungkus makanan, sendok dan garpu bekas popmie, botol dan plastik bekas minuman, dan masih banyak sampah yang berserakahan. Belum lagi tembok yang dicoret-coret dengan nama mereka. Entah apa yang dipikiran orang-orang itu ketika menuliskan namanya dan tanggalnya di tempat itu. Apakah tidak ada cara yang lebih tepat untuk mengabadikan memori mereka selain dengan mencoret-coret? saya dan teman-temanpun ikut membersihkan sampah-sampah yang berserakahan tersebut agar terlihat lebih bersih.

Jadi, tertarik untuk camping? Silahkan, tapi jangan lupa bawa lagi sampahmu !

Minggu, 13 Desember 2015

Setapak sriwedari, gemulainya sang penari.


Gerimis sempat mengguyur kota Solo sore itu. Namun, itu tak menghentikan langkahku untuk mengunjungi suatu tempat di tengah kota Solo ini. Ku jejakkan kakiku ke arah THR Sriwedari yang memang letaknya sangat mudah dijangkau bagi semua orang yang mengunjungi kota Solo. 

Suasana sore itu begitu sunyi, hanya tampak beberapa orang yang berada di pendapa. Tatapan mataku langsung tertuju pada sekelompok orang yang sedang berlatih menari. Perpaduan antara musik etnik, gitar elektrik, dan saxophone itu mengundang keingintahuanku untuk mendekati mereka. Kubidikkan kameraku ke arah para penari yang tengah menggerakkan tubuhnya dengan gemulai. Membuat pasang mata yang melihatnya tak bosan menatap. Begitupula dengan tabuhan musik tradisional yang bergabung dengan petikan gitar serta saxophone, harmoni setelah hujan ini membuatku merasa sore ini sempurna.Lebih sempurnanya lagi, aku tak perlu mengeluarkan sepeserpun uang untuk melihat keindahan ini.


"Ini kolaborasi antara dua sanggar, mas. Musiknya dari Kemlaka Ethnic, penarinya dari Pesona Nusantara" kata si bapak yang sepertinya menjadi leader pada kelompok tersebut kepada temanku. Rupanya, di THR Sriwedari ini bukan saja menjadi tempat latihan namun tempat bernaungnya beberapa sanggar. Diantara sanggar-sanggar tersebut, sering diadakan kolaborasi untuk menyajikan sebuah pertunjukkan. Salah satunya adalah Kemlaka Ethnic yang sedang mempersiapkan sebuah pertunjukkan di Jakarta. Mereka menggandeng Pesona Nusantara karena kebetulan sanggar mereka berdekatan. Pesona Nusantara sendiri terdiri dari mahasiswa dan murid SMKI. Sanggar--sanggar tersebut berpartisipasi secara aktif  dalam event-event kesenian yang diadakan oleh kota Surakarta, Solo Batik Carnival misalnya. 

Kolaborasi antara dua sanggar ini sebenarnya harus di apresiasi oleh pemerintah dan masyarakat sekitar. Dewasa ini, rasa antusias para kaum remaja terhadap budaya sendiri dan keinginan mereka untuk melestarikannya adalah barang langka. hal yang sering terjadi adalah kaum remaja tersebut berteriak-teriak di pinggir jalan ketika budaya mereka diakui oleh negara lain, merasa haknya direbut, namun mereka sendiri tidak melaksanakan kewajibannya untuk nguri-uri budaya yang mereka miliki. 

Aku masih teringat ketika aku kecil, aku ikut belajar menari di sekolah dan di pendopo Kabupaten. Berbagai macam tari aku pelajari, seperti tari Gambyong, tari Srimpi, tari Kelinci, hingga tari Piring. Alangkah baiknya jika orang tua sesekali meluangkan waktunya untuk mengajak anaknya melihat berbagai macam kesenian tradisional, mengingat banyak sekali event kesenian tradisional yang telah diselenggarakan di beberapa kota. Mungkin, akan menjadi lebih mudah bagi kita untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya sendiri jika sejak sedari dini, anak-anak mulai diperkenalkan dengan budaya mereka dan membiarkan mereka menjadi bagian dari pelestari budaya itu sendiri. Karena nasib kesenian tradisional kita, ada di tangan kita dan juga bagaimana cara kita untuk mewariskannya kepada generasi setelah kita nantinya. 


Hari sudah mulai gelap, kututup pencarianku dengan segelas es teh sebagai pelepas dahaga. Aroma tanah selepas hujan dan foto yang kudapat sore ini, cukup membuatku dan mennghilangkan sejenak penat dari rutinitas yang sangat padat ini. Beruntunglah juga aku, mempunyai seorang teman yang mau meluangkan waktu untuk sekedar berkeliling, mencari foto, dan berbagi pengalaman denganku. Tuhan sebenarnya sudah menyediakan banyak sekali pembelajaran di sekitar kita, tinggal kita mau atau tidak untuk memaknainya.

Rabu, 09 Desember 2015

JOGJA, Let's get lost !



“Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu.
Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgia, saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana jogja”


                Bait lagu dari Kla Project itu mengawali minggu pagiku kala itu. Bagi banyak orang, Jogja adalah kota yang  sering dirindukan. Entah magnet seperti apa yang ada di kota itu, sehingga menarik orang untuk kembali dan kembali lagi. Pesona wisata alamnya yang begitu banyak dan kebudayaan yang masih kental di kota itu, menjadi daya tarik yang tak lekang oleh waktu. Apalagi untuk orang yang pernah tinggal di kota itu untuk waktu yang lama sepertiku. 4,5 tahun berada di kota itu, membuatku benar-benar jatuh cinta. Begitu berat rasanya meninggalkan kota itu.
                Ah, akhirnya tiba saatku untuk kembali pada kota ini walaupun hanya untuk sejenak saja. Bagiku, cukuplah untuk mengobati kerinduanku pada kota ini. Aku bersama dengan empat orang temanku memutuskan untuk menghabiskan weekend ini di Jogja. Bermodalkan GPS dan pengetahuanku tentang jalanan di Jogja yang tidak begitu bagus, aku dan teman-teman memberanikan diri untuk get lost  ke Jogja.
                Tujuan pertama kami sebenarnya adalah hutan Pinus di daerah Imogiri. Hutan Pinus itu sudah terkenal di instagram, entah sudah berapa banyak orang yang berfoto disana. Kami mengambil arah mengikuti arah Piyungan, kemudian melewati bukit Pathuk hingga akhirnya tiba di jalan Imogiri. Kemudian kami menemukan tulisan Puncak Becici. Kami mengira, tempat itulah yang dimaksud kebanyakan orang sebagai hutan Pinus. Aku dan teman-teman sudah bersemangat untuk segera mengambil foto. Salah satu temanku bahkan sudah bersemangat mengambil bandana rusa, bandana macan, bandana bunga, hingga topi. Aku sudah bersemangat mengeluarkan kamera dan tripodku. Tapi ternyataaaaaaaaaaaaaaaa, jreng jreng. Tempatnya bukan ini yang dimaksud. Hutan pinus yang kami cari bukan di Puncak Becici ini.
                Akhirnya, karena  pemandangannya tak jauh berbeda dengan hutan Pinus yang sebenarnya, kami memutuskan untuk mengambil gambar disini saja.


Selain pemandangan hutan Pinus, Puncak becici ternyata juga menawarkan fasilitas untuk outbound seperti yang kami baca sebelumnya di papan pemberitahuan. Namun, cuaca gerimis waktu itu tidak mendukung kami untuk pergi ke tempat outbound tersebut.
                Tempat tujuan kami yang kedua adalah Gembira Loka Zoo, salah satu kebun binatang yang terkenal di Indonesia dan seringkali dijadikan sebagai tempat tujuan wisata. Terakhir kali aku mengunjungi tempat ini adalah ketika aku masih menjadi mahasiswi semester 2. Pada waktu itu, aku mengunjungi Gembira Loka untuk studi lapangan mata kuliah Vertebrata. Kebun binatang ini memang menyediakan informasi yang cukup sebagai pendukung untuk pembelajaran. Tidak jarang, anak-anak dari TK dan SD mengunjungi tempat ini untuk mengenal lebih dekat mengenai binatang.
                Keadaan Gembira Loka saat ini jauh sangat tertata dibandingkan ketika aku mengunjungi tempat ini di tahun 2010. Banyak sekali perbaikan terhadap penataan spot-spot yang telah dilakukan sehingga terlihat lebih menarik untuk dikunjungi. Terutama pada bagian Bird Park, disini ada sebuah spot dimana kami bisa berinteraksi langsung dengan burung-burung koleksi Gembira Loka tanpa dipungut biaya dengan memasuki satu buah ruang khusus. Di dalam ruang tersebut sudah terdapat beberapa burung yang sengaja dibiarkan lepas.           
taken by : +Ardian Nugroho 

Adanya tempat ini sangat menyenangkan bagiku, karena dapat digunakan sebagai media pembelajaran langsung. Anak-anak dapat melihat lebih dekat mengenai ciri-ciri makhluk hidup itu sendiri, cara makhluk hidup bergerak, apakah makanan mereka, apa yang membedakan hewan satu dengan hewan lainnya, dll. Melihat langsung objek yang mereka pelajari akan membawa ingatan mereka tersimpan pada long term memory sehingga memori tersebut akan tersimpan lebih lama. Mereka bukan lagi knowing, tetapi lebih kepada understanding.

Selanjutnya, kami meneruskan perjalanan menuju ke Sindu Kusuma Edu Park. Objek wisata ini terletak di Jalan Magelang km 3. Tidak terlalu susah bagi kami untuk menemukan tempat ini karena lokasinya yang masih berada di wilayah kota. Sindu Kusuma Edupark begitu booming di instagram, banyak sekali orang yang mengupload foto mereka, terutama dengan latar ferris wheel. Setiba disana, kami diberi penjelasan oleh pihak Sindu Kusuma Edupark mengenai bagaimana system pembayaran untuk menggunakan permainan-permainan yang ada di dalamnya. Selama di Sindu Kusuma Edupark ini, kami akan menggunakan kartu yang di dalamnya berupa saldo uang yang dapat kami gunakan untuk membayar permainan. Jika saldo habis, kami dapat melakukan top-up.
Ada berbagai macam permainan yang menarik disana, namun ada dua permainan yang menyita perhatianku. Permainan pertama adalah Segway. Segway ini mirip seperti airwheel, kita menjalankannya dengan menggunakan gerakan tubuh kita. Jika ingin bergerak maju, condongkan tubuh ke depan. Jika ingin mengerem atau berhenti sebentar, condongkan badan ke belakang. Jika ingin belok kanan atau kiri, putarlah stangnya. Hal yang paling penting dalam bermain Segway adalah bagaimana cara kita dalam menjaga keseimbangan kita. Bermain Segway ini seperti mengingatkanku bagaimana ketika aku harus menjalani kehidupan dengan seimbang, ada kalanya memang harus kulangkahkan kaki ke depan dan melesat mengejar apa yang menjadi keinginanku. Namun, sesekali aku perlu berhenti sejenak. Bukan untuk menyerah, tetapi untuk mensyukuri langkah yang telah aku tempuh.  

Selain itu ada, ferris wheel atau bianglala. Jinontro, kalau kakak sepupuku biasa menyebutnya. Keponakanku sangat menyukai bianglala atau ferris wheel ini, setiap melihat gambar atau objeknya asli, dia akan berteriak “itu jinontro, mah”. 


Dibalik bianglala yang begitu gagah berdiri itu, tersimpan nilai kehidupan bahwa hidup akan selalu berputar. Lihatlah bagaimana jinontro itu berputar pada porosnya, sebagaimana perputaran hidup kita dengan Tuhan sebagai porosnya. Apabila tidak ada poros tersebut, rusaklah si bianglala. Sebagaimana jika kita tidak menyertakan Tuhan dalam kehidupan kita, maka rusaklah hidup kita. Satu hal yang kita perlu mengerti, bahwa tidak ada kebahagiaan yang bersifat selamanya. Tetapi kabar baiknya, tidak ada pula kesedihan yang bersifat selamanya pula. Nothing lasts forever. Semua ada waktunya. Ada waktunya kita sedih, tetapi ada waktunya kita bahagia. Terkadang kita harus menangis begitu pedih, nantinya kita juga akan tertawa terbahak-bahak. Hal yang perlu kita tahu juga, jangan pernah takut dalam menjalani kehidupan hanya karena kita tahu nantinya kita pasti akan mengalami kesedihan. Jika kamu tidak menyingkirkan rasa takutmu untuk menaiki bianglala itu, kamu tidak akan melihat keindahan yang dapat kamu temui ketika kamu berada di atas. Sama halnya seperti hidup ini, kamu tidak dapat berada di atas jika kamu tidak membuang ketakutanmu terlebih dahulu.






Designed By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates